Rabu, 10 Maret 2010

Semampu Kita

Saat acara KARIMAH di Manyaran malam Ahad, 6 Maret kemarin, sedianya Ustadz Sembodo mau datang. Padahal kami tahu bahwa sejak Jum’at kemarin jadwal beliau begitu padat, keluar kota terus. Tapi itu beliau, jika sudah menyanggupi suatu acara beliau pantang menyerah. Saya pernah mendengar sendiri beliau berkata : “Saya paling sulit untuk berkata tidak bisa”. Yakni jika ada tawaran dari umat untuk menyampaikan dakwah kebaikan Al-Islam ini. Maka demikian halnya ketika kami meminta beliau untuk memberi tausiyah pada acara mudzakarah di Manyaran malam Ahad lalu.
Sabtu itu ustadz Sembodo ada kegiatan di Solo sampai sore. Saat perjalanan kami yang dari Jogja hampir sampai tujuan, saya ditelpon oleh ustadz bahwa beliau akan berangkat dari solo menjelang maghrib. Sesi kajian ba’da isya yang sedianya disepakati jadi tugas saya, saya serahkan ke ustadz Sembodo. Saya pun jadi senang karena agak terkurangi beban dan sebenarnya memang beliaulah yang dinanti-nanti jama’ah di sana. Saya pun mengirim denah route lokasi melalui SMS.

Selepas isya’ para jama’ah berdatangan, bapak-bapak, ibu-ibu di samping kami peserta mudzakarah dari Jogja dan Klaten. Kami menunggu kedatangan ustadz hingga hampir jam 20.00. Saya sms beliau langsung dijawab, katanya sampai Sritek. Wah, masih cukup jauh. Akhirnya saya putuskan untuk saya isi dulu pengajiannya sambil menunggu kedatangan ustadz. Nanti kalau ustadz sudah datang, majelis saya serahkan ke beliau. Tetapi baru saja saya berembug dengan Pak Giyoto selaku takmir, HP saya berbunyi, ustadz Sembodo telpon. Kata beliau bahwa mereka sudah sampai Tawangsari, tetapi ternyata ada barang yang penting tertinggal saat sholat maghrib di masjid di daerah Sukaharjo, jadi harus mbalik lagi. Dan qodarullah, sepertinya dak mungkin mbalik lagi nyampe ke Manyaran, soalnya badan dalam kondisi sangat capek dan kepala pusing. Demikian kata beliau. Masya Allah.
Komitmen ustadz Sembodo dan usahanya yang demikian keras untuk memenuhinya akhirnya kandas karena ketetapan Allah Ta’ala. Hikmahnya adalah barangkali Allah menghendaki beliau untuk beristirahat untuk tugas-tugas yang lebih penting. Dan kami yakin, Allah tetap akan memberi pahala kepada siapa saja yang telah berazzam dan berusaha maksimal dalam beramal shalih. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu:
إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيماً صحيحاً رواه البخاري.

“Apabila seseorang sedang sakit atau bepergian (sehingga terhalang dari amalan yang harusnya dia lakukan), Allah akan mencatat pahala secara sempurna sebagaimana dia beramal ketika sehat atau sedang mukim”.HR. Bukhari

Demikian pula di hadits yang lain, Rasulullah bersabda dari Jabir bin Abdillah Al-Anshary :

كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم في غزاةٍ فقال: إن بالمدينة لرجالاً ما سرتم مسيراً، ولا قطعتم وادياً إلا كانوا معكم حبسهم المرض، وفي رواية: إلا شركوكم في الأجر رواه مسلمٌ.

“Kami bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam di perang Tabuk, lalu beliau bersabda : Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidaklah kalian menempuh satu perjalanan dan tidak pula kalian melewati lembah, kecuali mereka bersama kalian. Mereka tertahan oleh sakit yang dideritanya. Dalam riwayat lain : kecuali mereka berserikat dengan kalian dalam pahala.” HR. Muslim

Oleh karena itu hendaklah kita belajar untuk menjadi orang punya komitmen dan punya tekad, karena dengannya dia akan dihargai tidak hanya oleh manusia lain, tetapi oleh Allah Ta’ala dengan penghargaan yang sempurna. Jangan sampai hanya karena permasalahan yang juga dialami oleh teman-teman kita, kita tidak bisa berangkat untuk beramal. Padahal teman-teman kita bisa mengatasi permasalahannya dan bisa berangkat. Hendaklah kita senantiasa mau belajar dan berlatih bermujahadah dalam setiap amal yang kita kerjakan. Jangan mudah menyerah karena perkara-perkara sepele yang sebenarnya bisa diselesaikan, jika perlu dimusyawarahkan bagaimana mengatasi permasalahan tersebut. Allahu Akbar !!!

Mabuk fii Sabilillah

Sabtu sore, 6 Maret 2010 kami diundang oleh teman-teman di Manyaran Wonogiri dalam acara Mudzakarah Taklim dan Dakwah (KARIMAH), kegiatan yang kami sepakati dilaksanakan setiap dua bulan sekali. Ini sudah yang kedua kalinya. Peserta yang diundang adalah teman-teman ngaji dari beberapa tempat, seperti Jogja, Bantul, Kulonprogo dan Klaten. Maksud dan tujuan dari acara itu adalah untuk lebih saling mengenal di antara kami dengan saling berkunjung ke daerah asalnya dan untuk lebih menjalin kesatuan hati. Selain itu kami bermudzakarah, berdiskusi berbagi pengalaman tentang taklim dan dakwah Islam.
Dari Jogja, peserta yang mendaftar pingin berangkat sebanyak 14 orang, tetapi yang akhirnya berangkat 9 orang. Transportasi disediakan oleh Pak Wahyu berupa mobil Ranger Polisi Hutan, lengkap dengan stiker besar POLISI HUTAN dan sirinenya. Ini mobil truck ranger pick up yang dilengkapi dengan tenda di belakang, wah sangar bener. Kami yang di belakang duduk menyamping mirip tahanan pencuri kayu yang ketangkep operasi POLHUT. Mobil pun berjalan dengan mantabnya. Selepas Piyungan, jalan mulai naik turun dan berkelok-kelok. Saya kebagian duduk di depan karena sebagai penunjuk jalan. Kira-kira separo perjalanan, saya mulai khawatir dengan kondisi teman-teman di belakang, karena jalan naik turun, duduk menyamping, ditambah suspensi mobil yang keras. Saya pun mencoba telpon Om Sigit, gak diangkat-angkat, ganti telpon Pak Mardi, juga gak diangkat, telpon Mas Hangga malah gak nyambung, piye iki? Ya sudah lah, pikir saya jika gak ada keluhan berarti oke.
Mobil terus melaju, tapi sampai di daerah Ngawen, ada yang ketok-ketok mobil dari belakang, minta berhenti. Mobil pun berhenti, ternyata jatuh korban satu, mas Hangga mabok, muntah-muntah. Ya sudah, akhirnya pindah depan berdua sama saya plus sopir Pak Wahyu. Mobil melaju lagi sampai kira-kira setelah melewati Semin ada yang ketok-ketok lagi, dua korban lagi jatuh, Pak Mardi dan Pak Indro. Pak Indro yang ngeri, sampai hoak hoek sambil nyonthong plastik kresek kayak perempuan lagi hamil muda. Hoak-hoek berkali-kali tapi gak ada yang keluar tuh muntahan. Sementara Pak Mardi berhasil muntah dengan sukses trus senyum-senyum, sudah lega katanya. Sisa perjalanan yang tinggal sekitar 3 km akhirnya menyingkirkan saya ke gerbong belakang karena kursi depan diisi oleh Pak Indro dan Hangga. Alhamdulillah sampailah di Masjid Al Ikhlas, Kepuh, Manyaran, Wonogiri. Sesampai di masjid langsung pada nggeblak, nglekar. Menjelang masuk kampung kami berpapasan dengan sbuah truk yang penuh muatan kayu tebangan. Saat itu mereka terlihat sedikit panik, mungkin kami dikira rombongan polisi hutan yang tengah berpatroli. Masak polisi patroli kok pada mabuk perjalanan, gimana mau tangkap itu pencuri?
Waktu pulang strategi diubah. Yang mendapat jatah duduk di depan adalah para korban saat berangkat dengan bergiliran, antara Hangga, Pak Indro dan Pak Mardi. Perjanjiannya apabila terjadi gejala mabuk bagi yang di belakang, harus segera ketok body mobil di depan tanda pergantian pemain yang duduk di depan. Giliran pertama dipegang oleh Hangga. Di belakang, Pak Mardi dan Pak Indro duduk konsentrasi sambil terus menghadap ke depan untuk meminimalisir gejala mabuk. Baru seperempat perjalanan, Pak Indro ketok-ketok, ganti pemain. Herannya di saat teman-temannya berjuang melawan goncangan kepala dan perut, bisa-bisanya Pak Pardi (bukan Mardi) tertidur, demikian juga Pak Jarmanto, sampai hampir saja terjengkang karena tidak bersandar saat tertidur. Akhirnya sebagai amir rombongan yang ditunjuk, saya pun memutuskan untuk istirahat sejenak di kawasan tanaman kayu putih, tempat yang cukup tinggi dan teduh. Udara segar cukup mengobati rasa pegal dan mual, sambil minum air mineral dan makan pisang bawaan dari Manyaran. Akhirnya perjalanan dilanjutkan sampai Jogja dengan selamat, Alhamdulillah.
Walaupun terasa begitu berat di perjalanan, tapi kami semua merasa senang, termasuk bagi yang mabuk di perjalanan. Kami sadari bahwa perjalanan ini insya Allah termasuk sabilillah, karena kami hendak ngaji, membicarakan agama Allah sekaligus ziaratul ikhwah di Manyaran. Kami sempat membayangkan bahwa nanti kalau sabilillah dalam perang, mungkin kendaraan yang digunakan lebih berat dari yang ini, dan tidak boleh mabuk. Lha bagaimana mungkin mau nembak musuh kok mabuk, pusing-pusing dan mual? Gak jadi perang deh. Kami hanya berharap kepada Allah Ta’ala, semoga jerih payah kami ini diberi pahala yang berlipat di sisi-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam : Fa inna idzamal jazaa’ ma’a idzamil bala’ (sesungguhnya besarnya balasan/pahala tergantung dari besarnya cobaan). Semoga. Amiin.


Selasa, 02 Maret 2010

Bodoh dari Keburukan

Serasa dapat energi baru untuk nulis, beberapa hari lalu saya membaca tafsir Surat Az-Zumar mulai ayat 1-4 dari kitab Shofwatul Bayan. Pada keterangan tafsirnya dinukilkan sebuah hadits dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa salam, beliau bersabda : “Katsiiru ahlil jannah al-bulhu”. (Kebanyakan dari penduduk surga adalah al-Bulhu). Siapakah yang dimaksud al-bulhu itu ? Inilah yang membuat penasaran, terutama bagi setiap orang yang berharap ingin masuk ke dalamnya. Beberapa ulama memberikan penjelasan tentang kosa kata tersebut. Az-Zuhry mengatakan bahwa dia adalah orang yang lalai dari melakukan keburukan karena tidak pernah mengenalnya. Sementara Al-Qataby menjelaskan bahwa dia adalah orang yang dikuasai oleh hati yang selamat dan prasangka baik kepada manusia lain. Itulah penjelasan dari ulama yang dinukil dalam kitab tersebut. Saya masih penasaran, definisi mana yang lebih dekat. Sesampai di rumah saya membuka kamus arab-indonesia susunan Mahmud Yunus yang cukup tipis. Saya dapati kata “al-bulhu” memiliki arti orang yang bodoh dan lemah akalnya. Laa ilaaha illallah, saya mencoba membandingkan dengan definisi yang dijelaskan oleh para ulama di atas. Kesimpulan sementara saya, pengertian al-bulhu lebih dekat pada definisi yang diberikan oleh Az-Zuhry rahimahullah, yakni orang yang lalai dari keburukan karena tidak pernah mengenalnya, dia bodoh tentangnya. Wallahu a’lam.
Jika memang demikian, kebanyakan penduduk surga adalah orang yang bodoh dalam perkara-perkara keburukan atau yang condong kepada keburukan. Mereka bodoh karena memang tidak pernah mengenalnya. Waktu dan perhatian mereka senantiasa tercurah untuk mempelajari dan melakukan perkara-perkara yang bermanfaat buat mereka, terutama yang bisa mengarahkan kepada jannah/surga. Mereka sibuk belajar Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, mengamalkannya, mendakwahkannya, serta mencari sarana yag memudahkan mereka untuk menempuh itu semua. Mereka mencari karunia Allah di dunia berupa rezeki adalah demi menjalankan perintah Allah itu sendiri, yakni supaya mencari rezeki. Jikalau Allah memberi rezeki, mereka pergunakan untuk menunaikan hak-hak yang Allah perintahkan untuk ditunaikan, untuk dirinya, keluarganya, orang tuanya, tetangganya, keperluan taklim dan dakwahnya dan sebagainya. Dalam benak mereka hanya terbayang perintah dari Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam :

تؤدون الحق الذي عليكم، وتسألون الله الذي لكم متفقٌ عليه …
“Tunaikan apa yang menjadi kewajibanmu, mintalah hakmu kepada Allah”.
(HR. Bukhari – Muslim)



Mereka tidak sempat lagi untuk menoleh, memalingkan perhatian kepada perkara yang condong kepada keburukan, apalagi kok sibuk mendalami sehingga menjadi ahli dalam perkara keburukan itu. Na’udzubillah.
Orang-orang yang disebut al-bulhu tidak peduli dengan anggapan dan celaan orang-orang di sekitarnya, jika memang anggapan itu condong kepada keburukan. Sebagian orang mengatakan mereka tidak gaul, tidak modis, tidak canggih, sebagian lagi mengatakan kampungan, wong ndeso, gaptek dan sebagainya. Semua itu tidak masalah bagi mereka, toh semua yang disebutkan tadi hanya kembangnya dunia yang cepat atau lambat, tapi yang jelas pasti akan ditinggalkan dan akan rusak binasa. Mereka tidak mengingkari adanya banyak kemudahan dari segala fasilitas yang ada, hanya saja kalaupun mereka menggunakan dan memanfaatkannya adalah dalam rangka mendukung amalannya menuju jannah. Prinsipnya sekalipun mereka tidak ngerti apa itu komputer, mobil, internet, facebook, twitter, blackberry, naik pesawat, masuk mall, kampus, jadi sarjana, doktor dan semacamnya, semua itu tidak menjadi masalah buat mereka. Karena semua itu sekali lagi adalah kembangnya dunia. Dan mereka teringat sabda Kanjeng Nabi :

الدنيا ملعونةٌ، ملعونٌ ما فيها، إلا ذكر الله تعالى، وما والاه، وعالماً، أو متعلماً
رواه الترمذي وقال: حديثٌ حسنٌ.

“Dunia dan isinya adalah terlaknat (jauh dari rahmat Allah Ta’ala), kecuali dzikrullah dan setiap ketaatan kepada Allah, orang yang ‘alim dan orang yang belajar ilmu.”
HR. Tirmidzi, Hadits Hasan.

Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa sebagian besar kembangnya dunia tersebut apabila tidak berhati-hati betul dalam berhubungan dengannya bisa berakibat buruk dan menjerumuskan. Dari mudahnya syaithon membisikkan sifat takabur bin sombong dengan kelebihannya, merasa lebih hebat dari orang lain, berlaku boros (tabdzir), gonta-ganti mobil, gonta-ganti HP hanya dengan alasan “ada yang baru” hingga yang betul-betul menggunakannya untuk perkara maksiat. Adapun jika memang kita bisa memanfaatkannya betul-betul dalam rangka mendukung dzikrullah, maka tidak masalah.
Nah, itulah al-Bulhu, orang yang tidak begitu ngerti dengan perkara keburukan dan hal-hal yang condong kepadanya. Mereka tidak ngerti karena memang tidak sempat untuk menoleh dan berpaling kepadanya karena sibuk berkonsentrasi dengan ilmu dan amalan ke surga. Mereka tidak ngerti juga bisa karena memilih tidak mau berlebihan dalam berinteraksi dengan kembangnya dunia karena khawatir akan keselamatan iman dan agama mereka.
Allahu musta’an.