Selasa, 12 Mei 2009

Falsafah Pohon


Dalam ilmu fisiologi pohon, dikenal istilah pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder. Pertumbuhan primer adalah pertumbuhan meninggi/memanjang yang terjadi di ujung cabang dan ujung akar. Pertumbuhan ini terjadi pada titik-titik apikal (ujung cabang dan ujung akar) ini hanya berlangsung pada bagian ujung saja, tidak di seluruh bagian pohon. Artinya pembelahan sel-sel apikal hanya berlangsung pada bagian ujung cabang dan aujung akar. Sebagai ilustrasi, jika kita menancapkan paku pada batang pohon setinggi 1 meter, maka 5 tahun lagi ketika pohon sudah tumbuh tinggi, paku tersebut tetap setinggi 1 meter. Gak percaya ? Coba saja.

Pertumbuhan yang kedua adalah pertumbuhan sekunder, yakni pertumbuhan ke samping atau pertambahan diameter pohon. Pertumbuhan pohon diawali dengan naiknya air dan unsur hara dari dalam tanah untuk dibawa ke daun di bagian tajuk pohon. Naiknya air dan unsur hara ini dilakukan oleh jaringan pembuluh pada bagian kayu gubal, dimana sel-sel pada bagian kayu ini masih aktif secara fisiologis. Sesampainya di bagian tajuk, oleh daun, unsur hara dan air tadi dimasak melalui proses fotosintensis. Disebut fotosintesis karena proses ini hanya bisa berlangsung dengan bantuan sinar matahari.Hasil dari fotosintesis adalah zat-zat yang dibutuhkan untuk perkembangan pohon. Selanjutnya hasil pemasakan tersebut diedarkan ke seluruh bagian pohon tanpa kecuali, adil dan merata sesuai dengan proporsinya. Jika dilihat dari penampang membujur maka akan nampak pertambahan lapisan pertumbuhan sekunder seperti selubung-selubung di seluruh bagian, baik batang pokok, cabang, ranting dll. Daun sebagai produsen makanan tidak memonopoli hasil pemasakan ini. Bayangkan jika daun lebih mengutamakan bagian tajuk/daun, maka pohon akan kelebihan beban dan batangnya kecil dan rapuh, akhirnya mudah roboh. Atau sebaliknya semua hasil pemasakan dibawa di batang pokok, batang pohon akan besar, kokoh tapi tak berumur lama, sebab bagian tajuk akan kurus, sehingga tidak bisa memproduksi makanan lagi secara optimal.

Inilah falsafah dari pohon yang mungkin bisa jadi bahan renungan, terutama bagi pengurus negeri ini dan kita semua. Jika hasil kekayaan negeri ini dikelola dan didistribusikan secara adil merata secara proporsional bagi seluruh elemen negeri, insya Allah semuanya akan berjalan dengan baik, nyaman, teduh, kokoh. Bagi kita masyarakatnya, jika tumbuh dan ada kesadaran untuk tidak egois, suka berbagi kepada yang lemah, orang yang kaya memberikan sebagian harta kepada si miskin, insya Allah kehidupan akan enak, nyaman, solid dan penuh ridho. Wallahu a'lam.


Senin, 11 Mei 2009

Nama dari Allah

Hasbunallah wa ni'mal wakil (Cukuplah bagi kita Allah, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung). Dengan ayat ini, mestinya sebagai seorang beriman, kita harus selalu merasa cukup dengan yang diberikan Allah SWT. Allah ciptakan kita dengan keadaan fisik kita, kita ridho. Allah karuniakan rezeki pada kita sesuai kehendaknya, kita ridho. Allah berikan kesehatan maupun sakit, kita ridho dengan ketetapan-Nya. Dan mestinya kita juga merasa cukup dengan pemberian nama dan sebutan dari Allah Ta'ala. Yakni bagi siapa saja yang berserah diri kepada Allah, kepada hukum dan syari'at-Nya dan tunduk hanya kepada-Nya dengan sebutan nama "MUSLIM atau MUSLIMIN".
Muslim adalah setiap orang yang berkomitmen, berjanji, berikrar kepada Allah, bahwa dia sanggup memikul dien Allah (Al-Islam)yang memuat syari'at-syari'at Allah dengan ikhlas dengan cara mengikuti petunjuk Rasul-Nya. Istilah "Muslim" ini berlaku bagi seluruh umat dan generasi yang memiliki sikap dan sifat seperti tersebut di atas, sejak zaman dahulu (Rasul pertama) hingga kita hari ini umatnya Rasulullah Muhammad Saw. Allah telah menyatakan di dalam QS. Al-Hajj :78
Artinya : “…Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini…”.
Muslim, itulah sebutan dan nama buat kita orang-orang yang beriman kepada Allah Ta'ala. Dan nama ini adalah pemberian Allah langsung, bukan dari yang lain, bukan bikinan manusia. Maka mestinya kita merasa cukup dengan hal ini, tanpa menambah-nambahi, seakan kita nggak puas dengan pemberian Allah Ta'ala, lantas kita membikin istilah, menambahi yang menurut kita lebih pantas, lebih dari sekedar sorang muslim atau petimbangan yang semacamnya. Padahal mestinya kita mantap dan berbangga dengan status kita sebagai seorang muslim. Seperti Firman Allah Ta'ala :
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang muslim (menyerahkan diri kepada Allah)?" (QS. Fushillat : 33)
Apabila ternyata ada orang atau sekelompok orang yang keliru aqidahnya, keliru amalnya dan buruk akhlaqnya, kok ya memakai sebutan islam dan muslim, ya itu urusan mereka dengan Allah. Allah yang lebih tahu niat mereka. Kewajiban kita menasihati mereka agar kembali kepada Islam sebagaimana mestinya untuk menkadi seorang muslim yang baik dan juga memperingatkan muslimin yang lain agar tidak ikut-ikutan dengan keyakinan dan amalan mereka. Bukan malah kita membikin istilah-istilah nama yang baru dan lain untuk diri kita dengan alasan untuk menyelisihi mereka yang menyimpang. Karena biasanya ketika yang dianggap paling benar misalnya Muslim A, maka nanti semua akan mengaku Muslim A, bahkan termasuk yang dianggap nyimpang tadi ikut-ikutan ngaku sebagai Muslim A. Trus kita harus bikin istilah yang baru lagi agar bisa dibedakan, misal Muslim AB. Terus nama/istilah inipun nantinya juga akan banyak yang memakai, sampai yang nyimpang pun juga pakai. Demikian seterusnya, jika kita merasa harus selalu berbeda "sebutan/nama" dari kelompok yang menyimpang yang bisa membikin umat Islam bertambah semakin bingung, karena mereka merasa belum kenal, harus belajar dari awal lagi dan seterusnya. Padahal jika kita membaca dan mempelajari Al-Qur'an dan As-sunnah Rasulillah, insya Allah kita akan paham siapa kita, apa yang harus kita lakukan untuk keselamatan kita, kewajiban kita kepada Allah, kepada Rasul, kepada orang tua, kerabat, manusia yang lain dan sebagainya. Dan yang pasti muslimin bertambah ukhuwahnya, persatuannya, tidak berpecah belah, dan terkotak-kotak.
Sekali lagi cukuplah bagi kita Allah, dan setiap apa yang Allah berikan untuk kita. Wallahu a'lam.