Senin, 14 Desember 2009

Hari Baik

Akhir bulan Dzulhijah, saat banyak jamaah haji yang pulang dari tanah suci. Juga saat rame-ramenya orang punya hajatan manten, khususnya di Jawa. Hari-hari telah habis dipilih untuk jadwal ijab dan resepsi. Ketua sinoman dan wadyobolonya jadi pusing saking padatnya jadwal laden. Di satu sisi pihak catering dan jasa sewa gedung dan perkakas sama meringis kesenangan karena dagangannya laris manis. Apalagi Ahad kemarin (13 des), dalam satu hari bisa dijumpai banyak event resepsi mantenan dalam waktu yang bersamaan. Tanya kenapa?

Fenomena ini tak terlepas dari anggapan atau bahkan keyakinan sebagian besar masyarakat kita tentang hari baik dan hari buruk. Bukankah beberapa hari lagi sudah masuk bulan syuro (Muharrom) Tahun 1431 Hijriyah? Inilah masalahnya. Sebagian besar masyarakat kita masih menganggap bahwa bulan syuro adalah hari-hari yang tidak baik untuk punya keperluan yang dianggap penting. Hal itu karena adanya kekhawatiran dan ketakutan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (celaka) bila melanggar. Saya sendiri kurang tahu, siapa yang sebenarnya yang pertama kali menghembus-hembuskan anggapan yang akhirnya diyakini, bahwa hari-hari di bulan syuro adalah hari buruk dan menakutkan untuk mengadakan acara hajatan.
Kalo di dalam Islam, yang berkenaan dengan waktu atau hari, yang ada hanya waktu/hari baik dan baik sekali. Tidak ada istilah hari buruk atau waktu buruk. Apalagi jika berkenaan untuk mengerjakan sebuah amalan kebaikan seperti berdoa, dzikir, nikahkan anak, sunatan, sedekah dsb. Setiap saat dalam satu hari baik semua, tapi ada yang lebih baik, yakni sepertiga malam terakhir. Dalam 1 minggu juga demikian, semua hari baik semua, Ahad, Senin, Selasa, Rabu dan seterusnya, tetapi ada yang terbaik, yakni hari Jum'at. Juga dalam setahun, semua bulan baik semua, yang terbaik adalah bulan Ramadhan, kemudian 10 hari awal Dzulhijah, bulan Muharom, Sya'ban dan seterusnya. Yang ada hanyalah hari baik dan baik sekali, tidak ada yang buruk. Seperti kalo kita bertanya kepada orang yang baru nikah, katanya enaknya hanya 10%, sedangkan yang 90% uenak sekali. Enak kan ?
Bulan Syuro (Muharom) adalah satu di antara bulan-bulan haram yang dihormati dan bulan aman. Di bulan tersebut tidak boleh mengawali perang, mengganggu ibadah dsb. Mestinya orang senang beramal kebaikan di bulan itu, termasuk nikahkan anak, karena nikah termasuk ibadah. Tetapi kalo orang sudah tidak mau berpikir, hanya ikut-ikutan takut (mending ikut-ikutan senang), bahwa hal itu termasuk kesyirikan juga nggak terpikir. Atau bahkan tidak paham bahwa hal itu termasuk perkara yang membuat Allah Ta'ala murka dan bisa menghapus amal kebaikan yang pernah dilakukan. Sebagaimana kita semua tahu, kebanyakan masyakarat kita menyambut bulan Syuro ini pun masih banyak dengan amalan kesyirikan, di Solo dengan kerbau dan kotorannya, di Jogja dengan thawaf beteng mbisunya, dan berbagai bentuk kesyirikan nyata lainnya di tempat yang lain. Belum lagi syaitan yang menghembus-hembuskan bisikan bahwa semua itu adalah baik, warisan leluhur yang harus dilestarikan, budaya bangsa, aset wisata dan semancamnya. Suatu amalan yang sungguh konyol, sudah repot, keluar uang, tenaga tapi malah dapat murka dari Penguasa alam semesta. Sudah diberi yang mudah dan enak tidak mau, malah cari-cari masalah. Ya, itulah manusia, kebanyakan mereka tidak bersyukur dan tidak mau tunduk kepada Rabbnya.



2 komentar:

  1. Bener Ustadz, semuanya memang berpangkal dari ketidaktauan, atau bahkan ketidakmau-tauan. Semoga lebih banyak lagi orang yang mau mencari tahu tentang kebenaran, termasuk dengan membaca blog yang penuh ilmu dan hikmah ini. Subhanallah..

    BalasHapus
  2. Rina says:
    Astaghfirullah..logikanya dimana ya..kotoran kebo aja kok dipuja?? Akalnya dimana??

    BalasHapus