Selasa, 02 Maret 2010

Bodoh dari Keburukan

Serasa dapat energi baru untuk nulis, beberapa hari lalu saya membaca tafsir Surat Az-Zumar mulai ayat 1-4 dari kitab Shofwatul Bayan. Pada keterangan tafsirnya dinukilkan sebuah hadits dari Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa salam, beliau bersabda : “Katsiiru ahlil jannah al-bulhu”. (Kebanyakan dari penduduk surga adalah al-Bulhu). Siapakah yang dimaksud al-bulhu itu ? Inilah yang membuat penasaran, terutama bagi setiap orang yang berharap ingin masuk ke dalamnya. Beberapa ulama memberikan penjelasan tentang kosa kata tersebut. Az-Zuhry mengatakan bahwa dia adalah orang yang lalai dari melakukan keburukan karena tidak pernah mengenalnya. Sementara Al-Qataby menjelaskan bahwa dia adalah orang yang dikuasai oleh hati yang selamat dan prasangka baik kepada manusia lain. Itulah penjelasan dari ulama yang dinukil dalam kitab tersebut. Saya masih penasaran, definisi mana yang lebih dekat. Sesampai di rumah saya membuka kamus arab-indonesia susunan Mahmud Yunus yang cukup tipis. Saya dapati kata “al-bulhu” memiliki arti orang yang bodoh dan lemah akalnya. Laa ilaaha illallah, saya mencoba membandingkan dengan definisi yang dijelaskan oleh para ulama di atas. Kesimpulan sementara saya, pengertian al-bulhu lebih dekat pada definisi yang diberikan oleh Az-Zuhry rahimahullah, yakni orang yang lalai dari keburukan karena tidak pernah mengenalnya, dia bodoh tentangnya. Wallahu a’lam.
Jika memang demikian, kebanyakan penduduk surga adalah orang yang bodoh dalam perkara-perkara keburukan atau yang condong kepada keburukan. Mereka bodoh karena memang tidak pernah mengenalnya. Waktu dan perhatian mereka senantiasa tercurah untuk mempelajari dan melakukan perkara-perkara yang bermanfaat buat mereka, terutama yang bisa mengarahkan kepada jannah/surga. Mereka sibuk belajar Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, mengamalkannya, mendakwahkannya, serta mencari sarana yag memudahkan mereka untuk menempuh itu semua. Mereka mencari karunia Allah di dunia berupa rezeki adalah demi menjalankan perintah Allah itu sendiri, yakni supaya mencari rezeki. Jikalau Allah memberi rezeki, mereka pergunakan untuk menunaikan hak-hak yang Allah perintahkan untuk ditunaikan, untuk dirinya, keluarganya, orang tuanya, tetangganya, keperluan taklim dan dakwahnya dan sebagainya. Dalam benak mereka hanya terbayang perintah dari Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam :

تؤدون الحق الذي عليكم، وتسألون الله الذي لكم متفقٌ عليه …
“Tunaikan apa yang menjadi kewajibanmu, mintalah hakmu kepada Allah”.
(HR. Bukhari – Muslim)



Mereka tidak sempat lagi untuk menoleh, memalingkan perhatian kepada perkara yang condong kepada keburukan, apalagi kok sibuk mendalami sehingga menjadi ahli dalam perkara keburukan itu. Na’udzubillah.
Orang-orang yang disebut al-bulhu tidak peduli dengan anggapan dan celaan orang-orang di sekitarnya, jika memang anggapan itu condong kepada keburukan. Sebagian orang mengatakan mereka tidak gaul, tidak modis, tidak canggih, sebagian lagi mengatakan kampungan, wong ndeso, gaptek dan sebagainya. Semua itu tidak masalah bagi mereka, toh semua yang disebutkan tadi hanya kembangnya dunia yang cepat atau lambat, tapi yang jelas pasti akan ditinggalkan dan akan rusak binasa. Mereka tidak mengingkari adanya banyak kemudahan dari segala fasilitas yang ada, hanya saja kalaupun mereka menggunakan dan memanfaatkannya adalah dalam rangka mendukung amalannya menuju jannah. Prinsipnya sekalipun mereka tidak ngerti apa itu komputer, mobil, internet, facebook, twitter, blackberry, naik pesawat, masuk mall, kampus, jadi sarjana, doktor dan semacamnya, semua itu tidak menjadi masalah buat mereka. Karena semua itu sekali lagi adalah kembangnya dunia. Dan mereka teringat sabda Kanjeng Nabi :

الدنيا ملعونةٌ، ملعونٌ ما فيها، إلا ذكر الله تعالى، وما والاه، وعالماً، أو متعلماً
رواه الترمذي وقال: حديثٌ حسنٌ.

“Dunia dan isinya adalah terlaknat (jauh dari rahmat Allah Ta’ala), kecuali dzikrullah dan setiap ketaatan kepada Allah, orang yang ‘alim dan orang yang belajar ilmu.”
HR. Tirmidzi, Hadits Hasan.

Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa sebagian besar kembangnya dunia tersebut apabila tidak berhati-hati betul dalam berhubungan dengannya bisa berakibat buruk dan menjerumuskan. Dari mudahnya syaithon membisikkan sifat takabur bin sombong dengan kelebihannya, merasa lebih hebat dari orang lain, berlaku boros (tabdzir), gonta-ganti mobil, gonta-ganti HP hanya dengan alasan “ada yang baru” hingga yang betul-betul menggunakannya untuk perkara maksiat. Adapun jika memang kita bisa memanfaatkannya betul-betul dalam rangka mendukung dzikrullah, maka tidak masalah.
Nah, itulah al-Bulhu, orang yang tidak begitu ngerti dengan perkara keburukan dan hal-hal yang condong kepadanya. Mereka tidak ngerti karena memang tidak sempat untuk menoleh dan berpaling kepadanya karena sibuk berkonsentrasi dengan ilmu dan amalan ke surga. Mereka tidak ngerti juga bisa karena memilih tidak mau berlebihan dalam berinteraksi dengan kembangnya dunia karena khawatir akan keselamatan iman dan agama mereka.
Allahu musta’an.

1 komentar:

  1. Sepertinya..saya blm bisa jd al Bulhu...krn sdh terlanjur mengenal byk keburukan..dan masih melakukan keburukan..Gmn ya??

    BalasHapus