Rabu, 22 Juli 2009

Memilih yang Terbaik

“ Dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku. (Yakni) orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar : 17 – 18)Pada ayat di atas, untuk mendapatkan kabar gembira (busyro) berupa surga yang penuh kenikmatan, seseorang harus mendapat petunjuk/hidayah dari Allah dan menjadi seorang ulul albab. Kemudian untuk bisa mendapatkan hidayah dari Allah dan menjadi seorang ulul albab, paling tidak seseorang harus memiliki 3 sifat pada dirinya, yakni :
1.Menjauhi thaghut dengan tidak menyembahnya.
Yakni meninggalkan penghambaan dan peribadahan kepada berhala dan selainnya dari apa yang disembah manusia selain Allah. Sedangkan menurut As-Sa’di, peringatan ini merupakan penjagaan yang paling baik dari Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui terhadap hamba-Nya yang dikasihi. Allah menjaganya dari kesyirikan, dosa terbesar yang tidak akan terampuni yang menyebabkan pelakunay kekal di dlam neraka. Allah Ta’ala telah berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisaa’ : 48 dan 116).

2.Kembali kepada Allah
Yakni kembali bertaubat kepada Allah dengan mengarahkan ibadahnya murni hanya kepada-Nya. Dia berpaling dari penghambaan terhadap berhala kepada penghambaan terhadap Allah, berpaling dari kesyirikan dan kemaksiatan kepada tauhid dan ketaatan. Memang, sebagai manusia seringkali kita berbuat salah dan dosa, baik pelanggaran terhadap hak Allah maupun hak sesama saudara kita. Akan tetapi sebaik-sebaik orang yang berbuat salah dan dosa adalah orang yang mau kembali kepada Allah Ta’ala, kembali kepada bimbingan-Nya melalui Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya. Rasulullah Saw pernah bersabda : Kullubnu aadam khatha’. Wa khairul khathaaina at- tawwaabuun. (Setiap anak Adam pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah di antara kita adalah yang mau bertaubat).

3.Memilih yang terbaik
Di dalam ayat 18 dari Surat Az-Zumar tersebut, bahwa orang-orang yang akan mendapat kabar gembira adalah mereka yang mendengarkan perkataan-perkataan, lalu mereka mengikuti yang terbaik dari berbagai perkataan tersebut. Syaikh As-Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud Al Qaul di sini adalah mencakup semua jenis perkataan. Mereka mendengarkan berbagai jenis omongan/komentar, lalu dengan akalnya yang sehat dan kokoh mereka mampu membedakan mana yang pantas diikuti dan mana yang harus dijauhi. Dengan kekokohan akal mereka, mereka ikuti yang terbaik, yakni Kalamullah (Al Qur’an) dan Kalamurrasul (Sunnah Rasulullah Saw).
Sebagai manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat, kita seringkali mendengar berbagai perdebatan, baik dalam masalah keyakinan/ideologi, sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, hingga masalah bencana alam. Masing-masing orang memberikan pendapat dan berkomentar menurut pemahamannya, bahwa yang terbaik adalah begini. Orang yang lain mengatakan pilih ini saja, ini lebih bagus, dan seterusnya. Setiap kelompok dengan tokohnya masing-masing merasa punya pendapat yang paling benar untuk mengatasi persoalan yang ada.
Seseorang yang memiliki akal yang kokoh dan sehat, yakni seorang ulul albab, dia akan mampu mengenali yang paling baik dari yang lainnya. Dia selalu mengikuti yang terbaik dari perkataan-perkataan yang ada. Dia selalu berpedoman bahwa : ”Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al Qur’an), dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Saw...”
Dengan demikian seorang ulul albab (orang yang akalnya sehat) adalah orang yang senantiasa belajar Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah sehingga dia memahaminya dan mengambil petunjuknya. Dia hanya mengambil perkataan, komentar, ide, pemikiran yang memang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih. Ulul albab bukanlah sekedar orang yang dijuluki cendekiawan muslim, yang mana dia ahli dalam ilmu-ilmu dunia yang kebetulan seorang muslim dan berada di sebuah institusi agama.
Sedangkan orang yang tidak pernah membaca dan mempelajari keduanya dengan benar, dia tidak akan paham dan mampu membedakan berbagai perkataan dan komentar secara benar. Kalaupun dia mempelajarinya dia hanya mengambil yang sesuai dengan kemauan dan hawa nafsunya. Bukanlah dia termasuk seorang yang sehat akalnya, bahkan hawa nafsunya telah mengalahkan akalnya. Maka jadilah akalnya itu pengikuti hawa nafsunya. Orang seperti ini kalau dia menjadi pengikut atau pendengar, dia akan mengikuti pendapat yang sesuai hawa nafsunya, sedangkan jika dia berbicara, maka keburukan yang ditimbulkan lebih besar lagi, karena dia akan menularkan kebodohan dan keburukannya kepada orang lain. Na’udzubulillahi min syarri dzalika


1 komentar:

  1. Kang, sampeyan ki kan jurusan Kehutanan tho..Kok yo iso nulis ttg agama yo..Mbok aku diajari..Smg kita semua jd ulul albab, diridhoi Allah, iso ketemu neng surgo..Amiiin..

    BalasHapus